Tradisi unik untuk menyambut bulan Ramadhan juga dimiliki oleh suku Sunda, khususnya yang ada di Sukabumi dan Cianjur. Masyarakat muslim di daerah tersebut menggelar Papajar, sebuah tradisi yang konon sudah ada sejak abad ke-16. Apa itu Papajar dan apakah tradisi tersebut masih ada sampai sekarang?
Baca juga : Seni Tarawangsa: Sejarah, Fungsi, dan informasi Terbaru
Apa itu Tradisi Papajar?
Foto oleh @cianjurtea
Papajar berasal dari bahasa Sunda mapag pajar (fajar). Dua kata tersebut dapat diartikan sebagai menyambut kemunculan sesuatu. Sehingga Papajar dimaknai sebagai kegiatan untuk menyambut terbitnya bulan Ramadhan.
Papajar biasanya dilakukan mulai dari seminggu hingga sehari menjelang Ramadhan. Warga Sukabumi biasanya melakukan Papajar di Pelabuhan Ratu, Selabintana, dan sejumlah tempat wisata lainnya. Kegiatan yang dilakukan sebenarnya cukup unik, yaitu menggelar tikar dan menikmati makanan yang dibawa secara bersama-sama.
Asal Usul Tradisi Papajar
Papajar pertama kali muncul sekitar tahun 1961 sampai 1707 di masa kepemimpinan Wiratanudatar II (Dalem Tarikolot). Ketika itu, Papajar dilakukan di dalam Masjid Agung Cianjur. Masyarakat menyambut datangnya Ramadhan sambil menunggu pengumuman kapan hari pertama puasa dimulai.
Pengumuman tersebut diberikan oleh ulama atau kyai, kemudian seluruh masyarakat yang hadir akan diajak untuk berdoa bersama di dalam masjid. Baru setelah itu semua yang ada di dalam masjid boleh menyantap makanan bersama-sama. Kegiatan ini terus dilakukan dari tahun ke tahun hingga menyebar ke masjid lain di sekitar Cianjur.
Selain Papajar, ada tradisi lain untuk menyambut Ramadhan yang disebut dengan Munggahan. Namun bedanya, Munggahan dilakukan di dalam rumah bersama seluruh keluarga. Tradisi ini dilakukan tepat sehari sebelum Ramadhan, dimulai di masa pemerintahan Wiratanudatar III (1707-1726).
Tradisi yang Terus Dilestarikan Hingga Kini
Foto oleh @ranifarras
Tradisi menyambut Ramadhan sebenarnya juga ada di daerah lain di Indonesia. Misalnya di Betawi ada tradisi Nyorog, di Bali bernama Megibung, sementara di Aceh ada tradisi Meugang. Tidak hanya itu, di Semarang disebut dengan Dugderan, di Sumatera Barat disebut Balimau, dan di Jawa Tengah bernama Dandangan. Semua tradisi tersebut diwariskan secara turun temurun dan masih ada sampai saat ini.