Kelestarian budaya di Jawa Barat bisa dilihat melalui berbagai hal, termasuk keberadaan kampung adar di dalamnya. Berbeda dengan kampung lain yang sudah lebih modern, kampung adat masih memegang nilai-nilai tradisional dalam keseharian mereka dan menerapkan adat istiadat warisan budayanya. Dalam artikel ini, Anda bisa menemukan ulasan lengkap tentang kampung adat yang ada di tanah Sunda.
Baca juga : 7 Destinasi Wisata Sejarah Bandung yang Tak Boleh Dilewatkan!
Kampung Naga
Sumber: Mongabay
Nama kampung naga ini tergolong unik, karena diambil dari bahasa Sunda nagawir yang artinya dikelilingi tebing ata jurang. Seluruh masyarakat di kampung ini masih memegang erat nilai-nilai tradisi, hingga dilum dalam kesederhanaan tanpa kendaraan dan alat elektronik. Semua bangunan di kampung ini juga menggunakan bahan-bahan yang diambil dari aam seperti kayu untuk kerangka bangunan dan atap yang terbuat dari alang-alang, ijuk, dan daun nipa. Keunikan lainnya adalah jumlah rumah yang tidak boleh diubah, yaitu sebanyak 112 unit. Jika ada yang ingin membuat rumah baru, maka harus berada di luar kampung. Lokasi Kampung Naga sendiri ada di Desa Neglasari, Kabupaten Tasikmalaya.
Kampung Adat Pulo
Sumber: Kompas Travel
Kampung Adat Pulo meurpaan salah satu kampung tertua di Jawa Barat, karena sudah berdiri sejak abad ke-17. Kampung ini berada di dalam kompleks Candi Cangkuang, didirikan oleh Embah Dalem Arif Muhammad yang merupakan seorang pejuang Mataram. Sang pendiri kemudian memiliki 6 anak perempuan dan 1 anak laki-laki. Itulah mengapa di kampung ini ada 6 rumah dan musholla, serta tidak boleh ada penambahan bangunan pokok. Penduduk Kampung Pulo tidak hanya mempertahankan tradisi gaya hidup yang masih tradisional, tetapi juga memegang teguh nilai-nilai ajaran agama Hindu. Lokasi Kampung Adat Pulo aa di Desa Cangkuang, Kecamatan Leles, Kabupaten Garut.
Kampung Cireundeu
Sumber: Alonesia
Sebagian besar masyarakat Kampung Cireundeu bekerja sebagai petani singkong. Oleh karena itu, makanan pokok penduduk di kampung ini adalah singkong. Kampung Cireundeu memiliki prinsip hidup “Ngidungka waktu, mibapa ka jaman” yang berarti tetap melestarikan budaya sendiri, namun tetap mengikuti perkembangan zaman. Sehingga kehidupannya pun sudah lebih maju karena warganya juga ikut menggunakan ponsel, televisi, dan listrik. Kampung Cireundeu berada di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan, Kota Cimahi.
Kampung Dukuh
Sumber: Good News from Indonesia
Kampung Dukuh merupakan kampung adat yang sulit dijangkau karena akses ke pusat kota yang begitu sulit. Letaknya ada di dalam hutan, tepatnya di Desa Ciroyom, Kecamatan Cikelet, Kabupaten Garut. Kampung ini masih belum terjamah oleh modernisasi dan tidak ada penggunaan listrik atau alat elektronik di sana. Jumlah rumah di kampung ini sebanyak 42 rumah yang dihuni oleh 172 orang.
Kampung Ciptagelar
Sumber: Agenda Indonesia
Kampung yang satu ini punya suhu yang cukup dingin karena letaknya yang berada di ketinggian 1050 mdpl. Kampung Ciptagelar ada di kawasan Taman nasional Gunung Halimun Salak dan dikelilingi oleh Gunung Surandil, Karancang, dan Kendeng. Penduduk Ciptagelar masih mengusung model kepemimpinan kasepuhan atau sesepuh. Selain itu, mereka juga beberapa kali memindahkan pusat pemerintahan desa berdasarkan perintah leluhur atau wangsit. Oleh karena itu, tidak ada bangunan yang sifatnya permanen di kampung ini. Saat ini Kampung Ciptagelar berada di Desa Sirnaresmi, Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi.
Kampung Cikondang
Sumber: Merdeka
Berbeda dengan kampung adat kebanyakan, Kampung Cikondang masih berada di wilayah kota Bandung. Tepatnya di Kelurahan Lamajang, Kecamatan Pangalengan. Pada tahun 1942 terjadi kebakaran hebat sehingga hanya menyisakan satu rumah saja di kampung ini. Konon usia rumah tersebut diyakini sudah lebih dari 200 tahun. Saat ini rumah tersebut menjadi bangunan utama di Kampung Cikondang. Di kampung ini juga terdapat makam keramat dan hutan yang dikeramatkan.
Kampung Urug
Sumber: Merdeka
Kampung Urug berlokasi di Desa Kiara Pandak, Kecamatan Sukajaya, Kabupaten Bogor. Warga kampung ini meyakini bahwa mereka masih memiliki garis keturunan Prabu Siliwangi. Pada sebuah penelitian yang dilakukan pada konstruksi bangunan di kampung ini, ditemukan kesamaan sambungan kayu dengan peningalan Kerajaan Pajajaran di Cirebon. Masyarakat Kampung Urug sebagian besar bekerja sebagai petani.